Mars PIJAR Indonesia
Dengan semangat PIJAR Indonesia kita maju bersama. Dengan aksi reformasi tegakkan demokrasi. Hilangkan ketakutan, hilangkan ketakutan hancurkan hantu di kepala. Bersama PIJAR Indonesia lawan penindasan.....
Posted on 16.36

Rancangan UU TNI: Penguatan koter picu konflik

Filed Under () By PIJAR Indonesia

Jakarta, Kompas - Penolakan masyarakat terhadap Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia yang menguatkan kembali fungsi komando teritorial (koter) terus mengalir. Dalam praktik, keberadaan koter bukan menciptakan kemanunggalan TNI dengan rakyat, tapi justru menjadi pemicu konflik antara TNI dengan rakyat.

"Praktiknya, (koter) meluas menjadi alat yang efektif untuk kepentingan politik para pejabat di daerah sekaligus kepentingan modal. Koter juga memberi keleluasaan bagi tentara untuk campur tangan secara langsung terhadap persoalan rakyat sipil," demikian pernyataan Koalisi Rakyat Tolak RUU TNI.

Masukan itu disampaikan Koalisi Rakyat kepada Komisi I DPR, Kamis (29/7). Hadir menerima masukan, Wakil Ketua Komisi I Effendy Choirie didampingi anggota Komisi I Happy Bone Zulkarnaen dan Ahmad Bhaskara.

Koalisi Rakyat merupakan gabungan 30 lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan sejumlah tokoh masyarakat, antara lain Institut Ungu, LP3ES, Aliansi Jurnalis Indonesia, Solidamor, Pijar Indonesia, Forum Solidaritas Perempuan Banten, Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama (Lakpesdam NU), serta Kontras. Sedangkan tokoh yang turut menandatangani antara lain Romo Sandyawan SJ, Ratna Sarumpaet, Entjeng Sobirin, dan Faisal Basri.

Menurut Yenny Rosa Damayanti dari Institut Ungu, jajaran koter mulai dari Babinsa, Korem, Kodim, sampai Kodam, sering kali menjadi backing pemilik modal atau pengusaha. Ketika konflik yang semula terjadi antara pengusaha dan rakyat, meluas menjadi konflik tentara dengan rakyat.

Dalam kaitan sama, Lembaga Monitoring Hak Asasi Manusia Imparsial mendesak Presiden Megawati Soekarnoputri menarik kembali RUU TNI. "Selanjutnya melakukan pembahasan ulang dan mengajukannya kembali sebagai agenda pembahasan pada DPR periode mendatang," kata Direktur Eksekutif Imparsial Munir. Dia juga meminta institusi TNI menarik diri dari seluruh perdebatan terhadap kontroversi RUU TNI serta menyerahkan pembahasan dan penyelesaiannya pada otoritas politik.

Secara terpisah, peneliti Centre for Strategic and International Studies Phillips Jusario Vermonte mengemukakan, dikotomi antara sipil dan militer tidak bisa dikaburkan begitu saja. "Institusi militer di mana pun dilatih untuk membunuh, sedangkan institusi sipil logikanya bergerak lebih egaliter dan menyelesaikan persoalan secara damai dalam konteks demokrasi," kata Phillips Jusario Vermonte dalam Diskusi Pergerakan Indonesia "Masih Relevankah Wacana Sipil-Militer?" Rabu (28/7) malam. Berbicara dalam diskusi tersebut Ketua Presidium PI Faisal H Basri dan mantan Kepala Staf Teritorial TNI Letjen (Purn) Agus Widjojo.

Menurut Phillips, institusi sipil adalah institusi yang logikanya bergerak lebih egaliter, menyelesaikan persoalan secara damai dalam konteks demokrasi, dan lebih plural. Dia mungkin tidak mengalami hierarkis seperti militer.

(Sumber: Kompas, 30 Juli 2004)

0 komentar