Mars PIJAR Indonesia
Dengan semangat PIJAR Indonesia kita maju bersama. Dengan aksi reformasi tegakkan demokrasi. Hilangkan ketakutan, hilangkan ketakutan hancurkan hantu di kepala. Bersama PIJAR Indonesia lawan penindasan.....
Posted on 16.31

Sidang Demi Kebebasan Pers

Filed Under () By PIJAR Indonesia

05 Mei 2008
Sumber : www.seputar-indonesia.com

SEJAK membuka lembar pertama buku ini,sulit rasanya kita menunda bacaan sebelum selesai. Buku ini menyajikan rekam peristiwa atas seluruh acara persidangan yang dilengkapi dengan putusan dari mulai Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi,hingga putusan Mahkamah Agung.

Lampiran demi lampiran legal Annotasi (catatan hukum) dari berbagai disiplin ilmu akan menambah wawasan para pembacanya, baik dari kalangan mahasiswa, praktisi, maupun akademisi yang peduli tentang peradilan dan kebebasan pers. Lebih dari itu, buku bilingual ini juga menuliskan proses persidangan eksaminasi publik yang dilakukan di dua tempat dengan waktu berbeda.

Segala perdebatan, tanya jawab, dan diskusi yang terlampir membuat para pembaca berada dan ikut dalam proses eksaminasi publik yang dilakukan koalisi empat lembaga besar di Indonesia ini. Proses ini dilakukan jauh hari sebelum Soeharto diantarkan ke Rumah Sakit Umum Pertamina. Ada banyak hal yang menarik dalam persidangan swasta ini terkait dengan putusan Mahkamah Agung.

Pertama, ternyata dua orang anggota majelis MA yang memutus perkara majalah TIMEVs Soeharto yaitu H Muhammad Taufiq,SH dan Bahaudin Quadri, SH adalah klien dari pengacara Indriyanto Seno Adji, Felix Tampubolon,OC Kaligis dan Denny Kailimang dalam kasus perkara permohonan uji materiil UU No 22/2004 tentang Komisi Yudisial (KY).

Padahal, para pengacara tersebut adalah kuasa hukum Soeharto dalam kasus Soeharto Vs TIME.Dengan demikian, terdapat konflik kepentingan hakiki di antara mereka. Seharusnya dua orang anggota Majelis tersebut mengundurkan diri ketika mereka mulai menjadi klien para kuasa hukum Soeharto tersebut.

(Antonius Sujata) Kedua, putusan ganti rugi satu triliun rupiah adalah sanksi hukum yang tidak lazim untuk karya jurnalistik karena sangat tinggi sehingga memungkinkan perusahaan pers bangkrut.Bila ini terjadi,berarti pemberedelan media pers yang ditentang di setiap negara demokratis dapat pula terjadi melalui proses hukum selain melalui proses politik.

The Committee to Protect Journalists di New York menyebut putusan kasasi Mahkamah Agung terhadap TIME sebagai ”ganti rugi punitif yang absurd.” Ganti rugi punitif,yang mencerminkan upaya ”membalas dendam,”bertentangan dengan komitmen para pendukung kebebasan pers dan kebebasan berekspresi untuk menetapkan sanksi denda proporsional, yang disesuaikan dengan kemampuan pihak penanggung beban denda, seperti yang sekarang sudah berlaku di beberapa negara.

( Atmakusumah) Ketiga,adanya diskriminasi terhadap pers asing sebagaimana tercantum dalam UU Pers No 40/1999 Pasal 1 (2) Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta per-usahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi.

(6).Pers nasional adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan pers Indonesia.Pasal 4 (2) disebutkan, terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran. (3) Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebar- luaskan gagasan dan informasi.

Karena TIME bukan pers nasional, haruskah TIME dihukum untuk meminta maaf kepada Soeharto melalui Surat Kabar Kompas,Suara Pembaruan, Media Indonesia, Republika, Suara Karya; TIME Magazine edisi Asia, Eropa, Atlanta; majalah Tempo, Forum Keadilan,Gantra,Gamma, Sinar, dalam 3 kali penerbitan berturut-turut; dan tanggung renteng membayar kerugian immateriil kepada Soeharto sebesar Rp 1 triliun? Buku ini memberikan ilustrasi dan perbandingan data yang cukup komprehensif terhadap buku dan pemberitaan tentang keluarga Cendana yang tidak digugat.

Sajian data, dari dalam dan luar menjadikan para pembaca memahami dengan cepat,mengapa beberapa buku dan pers di dalam negeri tidak digugat? Misalnya, Indra Ismawan, dalam Pengusutan Harta Suharto & Trik Pencucian Uang Haram, Media Pressindo, Yogyakarta (1997).

Drs Soesilo dalam Monopoli Bisnis Keluarga Cendana, Permata AD, Depok (1998).George Junus Aditjondro, dalam Dari Soeharto ke Habibie,Guru Kencing Berdiri, Murid Kencing Berlari ...Pijar Indonesia, Oktober 1998. Demikian pula halnya pers dalam negeri, Harian MERDEKA,15/09/’98: ”Amien Rais Ibaratkan Soeharto Firaun”, Harian KOMPAS,17/11/ ’98: ”Tuntutan Rektor se-Indonesia: Batasi Jabatan Habibie, Usut Harta Soeharto.”; GATRA, 15/08/’98: ”Harta Cendana di Swiss dan Austria”, gambar Soeharto pada peti dengan lembar- lembar US$ 100 berserakan.

Demikian pula halnya, pers asing, misalnya The Sydney Morning Herald 06/04/’98: ”Soeharto INC.”; Far Eastern Economic Review 13/05/’99: ”Things Fall Apart”; Far Eastern Economic Review 13/05/ ’99: ”Family Business”; The Asian Wall Street Journal 04/01/ ’99: ”Soeharto Family Missed Out on a Fortune, Business Blunders Outweighed Influence in Attempts to Amass Wealth”; The Asian Wall Street Journal, 04/01/’99: ”In New Zealand Soeharto Empire Weakens Further . . . ”; Far Eastern Economic Review 26/02/87: ”A Monopoly is Forever.”

Apakah ini membuktikan bahwa data yang dimiliki majalah TIME lebih baik dari semua buku dan berita di atas? Ilustrasi coverbuku ini juga menarik untuk dicermati dan diartikan apakah Dewi Keadilan di Indonesia ini telah terkoyak-koyak? Meski terdapat kelemahan dalam ejaan, buku ini patut dibaca oleh orang yang akan dan sedang belajar hukum dan pers atau keduanya.

0 komentar