TKI di Hong Kong Terancam Dipecat Massal

Demonstrasi para pekerja rumah tangga asing asal Indonesia, Filipina, Thailand dan Nepal yang tergabung dalam Coalition for Migrant Rights (CMR) di Hong Kong. Foto: Ario Adityo

HONG KONG, KdP - Coalition for Migrants Rights (CMR) memprotes Central Goverment Office di Distrik Central, Hong Kong, atas keputusannya mengeluarkan penundaan pajak selama dua tahun. Kebijakan pemerintahan Donald Tsang (Gubernur Hong Kong, red) itu mengancam nasib ratusan ribu buruh migran di Hong Kong yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga asing.

Para majikan terbebas dari kewajibannya membayar pajak sbesar HK$ 400 yang akan berlaku mulai Agustus 2008.

Dengan adanya keputusan itu, para majikan di Hong Kong banyak yang melakukan pemecatan terhadap para pekerja rumah tangga. Sebab, kebijakan itu hanya berlaku bagi kontrak baru.

“Buruh migran sama sekali tidak diuntungkan dengan ada atau tidak adanya pajak ini,” kata Ketua Indonesian Migrant Workers Union (IMWU), Rusemi, dalam orasinya di hadapan peserta aksi, Minggu (27/7).

“Pemerintah seharusnya tahu, levy suspension yang hanya berlaku pada kontrak baru akan memancing majikan untuk men terminate (memecat) pekerja rumahtangganya,” ujarnya lebih lanjut.

Dikatakan Rusemi, satu hari setelah pemerintah mengumumkan hal ini sekretariat IMWU telah menerima 20 pengaduan lewat telpon dari buruh migran Indonesia. Itu (pengaduan, red) belum termasuk data perpanjangan kontrak yang dibatalkan oleh majikan.

“Tingkat pemecatan di Hong Kong adalah 1:20 per harinya, sekarang meningkat sejak pengumuman pemerintah Hong Kong menjadi 10: 20 perharinya. Itu belum termasuk yang proses perpanjangan kontrak yang tiba-tiba di batalkan oleh majikan, di terminate dengan memberikan one month notice, ini sudah keterlaluan…” katanya.

Tidak hanya bagi buruh migran kita, keputusan ini juga semakin mendorong para buruh migran dari negara lainnya ke dalam situasi sangat sulit. Seperti halnya buruh migran Nepal.

Pemerintah Hong Kong saat ini telah melakukan visa ban bagi buruh migran Nepal. Itu artinya, dalam situasi sekarang jika pekerja rumah tangga asing asal Nepal dipecat maka bagi mereka inilah akhir dari pekerjaan mereka di Hong Kong.

“Bagi kami, kebijakan ini telah jelas-jelas menghalangi kami untuk hidup sejahtera. Padahal buruh migran telah menyumbang pendapatan sebesar 1 persen setiap tahunnya kepada pemerintah Hong Kong. Dan, inilah cara mereka menghargai kerja kami dengan membuang kami setelah keadaan ekonomi Hong Kong sudah kembali pulih,” ujar Ketua Union of Nepalese Domestic Workers (UNDW), Maya, dalam orasinya.

Demonstrasi ini diikuti para pekerja rumah tangga dari Indonesia, Filipina, Thailand, Nepal dan dari Hong Kong sendiri. Selain menuntut kenaikan upah, mereka juga menuntut penundaan pajak ini diberlakukan untuk semua kontrak, diberlakukan secepatnya. Mereka juga menyerukan agar uang pajak majikan digunakan sebagai dana kompensasi bagi buruh migran. (NYO, dari Hong Kong)