Mars PIJAR Indonesia
Dengan semangat PIJAR Indonesia kita maju bersama. Dengan aksi reformasi tegakkan demokrasi. Hilangkan ketakutan, hilangkan ketakutan hancurkan hantu di kepala. Bersama PIJAR Indonesia lawan penindasan.....
Posted on 22.29

Eurico Guterres: Pembumihangusan Timtim Tanggung Jawab Habibie

Filed Under () By PIJAR Indonesia

Minggu, 2 Januari 2000

Jakarta, Kompas - Pemerintah Indonesia, khususnya mantan Presiden BJ Habibie, seharusnya bertanggung jawab atas pembumihangusan Timor Timur. Oleh karena apa yang terjadi di Timtim adalah konsekuensi dari kebijakan Pemerintah Indonesia yang memberikan opsi tanpa berkonsultasi lebih dulu dengan rakyat Timtim, dan tanpa sepengetahuan wakil rakyat yang duduk di DPR/MPR. Kalau ada pembunuhan dan hak asasi manusia yang dilanggar, hal itu adalah tanggung jawab orang yang memberikan opsi kemerdekaan kepada Timtim.

Penegasan itu disampaikan Komandan Aitarak, Eurico Guterres, setelah sekitar tiga jam, di sela waktu shalat Jumat, memberikan keterangan kepada empat anggota Komisi Penyelidikan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (KPP HAM) Timtim, yakni Munir, Zumrotin, Nursyahbani dan HS Dillon, Jumat (31/12), di kantor Komnas HAM, Jakarta.

Guterres yang datang mengenakan seragam hijau loreng tentara dan topi bersimbolkan pisau berwarna putih, serta topi baret merah menyala, mengungkapkan, dia tidak mau banyak bicara di hadapan KPP HAM. Sebaliknya, dia meminta KPP HAM untuk membentuk pengadilan politik dan menyelesaikan kasus Timtim secara adil dan transparan.

"HAM siapa yang saya langgar? Kalau ada yang dilanggar, Habibie yang melanggarnya, saya katakan begitu. Tidak ada yang membunuh-bunuh. Kalau ada yang membunuh, Presiden Habibie yang membunuh, dia yang memberikan opsi. Memang KPP HAM menunjukkan bukti-bukti, tetapi saya katakan, semua itu terjadi karena konsekuensi dari yang memberikan opsi," ungkapnya berapi-api.

Datang ke Habibie

Ketika ditanya mengenai apa perlunya pengadilan politik, Guterres menjawab, tidak ada penjahat perang yang timbul dengan sendirinya tanpa ada kejahatan politik. Adanya kejahatan perang adalah karena ada kejahatan politik. Kejahatan politiklah yang mendorong terjadinya kejahatan perang. "Saya memang datang ke Habibie (segera setelah opsi kedua diumumkan), tetapi dia mengatakan, jangankan Tuhan, setan pun tidak bisa menurunkan Merah Putih. Tetapi apa kenyataannya? Merah Putih dengan sendirinya turun," ungkapnya.

Ketika ditanya mengenai apakah yang dimaksud dengan Pemerintah Indonesia yang harus bertanggung jawab adalah termasuk juga TNI dan Kepolisian RI, Guterres menjawab, "Jelas pemerintah yang harus bertanggung jawab. Tanya sama Habibie, apakah di negara ini ada tentara atau tidak?"

Mengenai kedekatannya dengan TNI, Komandan Aitarak itu menolak menjawabnya. Dia menyatakan, ada hubungan dengan TNI karena dia adalah warga negara Indonesia. Namun, dia menyatakan tidak pernah menerima uang dari TNI, juga dari pemda. "Saya tidak pernah dilatih Kopassus atau dilatih siapa saja," tegasnya.

Guterres mengungkapkan, dia memang ada di Timtim saat terjadinya pembumihangusan. "Tetapi soal pembumihangusan itu, tanyakan kepada Pemerintah Indonesia. Kalau dia menginginkan semua itu tidak terjadi seperti itu, seharusnya Pemerintah Indonesia pada saat itu jujur, bahwa saya tidak bisa menahan lagi kalian untuk integrasi. Saya mau mendamaikan kalian, silakan kalian merdeka. Tetapi dia tidak mau jujur, sekarang sudah terjadi begitu," tambahnya.

Guterres menegaskan, dia tidak merasa dikorbankan siapa-siapa. "Apa pun yang terjadi, saya siap hadapi," tandasnya.

Panggil Habibie

Sementara itu, menurut Munir, KPP HAM akan mempertimbangkan usulan Guterres mengenai pemanggilan mantan Presiden Habibie, terlebih lagi karena beberapa orang yang diperiksa sebelumnya pun pernah menyampaikan hal yang sama.

Munir menjelaskan, Gutteres cukup akomodatif meskipun dia menolak menjelaskan beberapa hal, misalnya soal kedekatan dan hubungannya dengan TNI, soal kejadian di Diosis, juga kejadian di pelabuhan. "Ketika ditanya soal pembumihangusan Timtim, Guterres menolak menjawab dengan mengatakan, saya tidak tahu, Anda harus mencari sendiri. Akan tetapi Gutteres tidak menolak bahwa antara 1 September sampai pertengahan September terjadi kebakaran di mana-mana, rakyat marah. Suara tembakan di mana-mana diakui ada. Tetapi dia menolak menjelaskan siapa yang melakukan pembakaran, siapa yang menembak," ujarnya.

Gutteres membenarkan beberapa hal yang sudah diketahui secara umum. Misalnya, Aitarak adalah Pam Swakarsa yang memang pada waktu itu dibentuk oleh Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida), dan ini kemudian mengakomodir kelompok-kelompok masyarakat lainnya. Mereka memperoleh insentif dari pemda. "Guterres menolak me-nyatakan bahwa ada kedekatan dengan TNI, tetapi bukan berarti TNI tidak mengetahui munculnya organisasi-organisasi semacam ini. Dia menolak bahwa ada support langsung dari TNI terhadap Aitarak," tambah Munir.

Mengenai pertemuan dengan Habibie, diungkapkan Munir, hal itu memang dijelaskan juga oleh Guterres. Dia menjelaskan, pasca Habibie mengumumkan opsi kedua, pihak masyarakat pro-integrasi sempat datang ke Jakarta meminta penjelasan kepada Presiden Habibie, dan oleh Habibie dijelaskan bahwa ini pilihan. Kalau Anda tidak mau otonomi, ya lepas saja.

Sudah diprediksi

Anggota KPP HAM itu menambahkan, sebetulnya Gutteres jauh-jauh hari sudah memprediksi akan terjadi keributan, karena kondisi masyarakat yang tidak siap. Hal itu sudah pernah disampaikan Guterres, baik ke-pada Misi PBB di Timtim (Unamet) maupun kepada TNI dan Polri.

"Soal senjata, dia mengakui memakai M-16 dan Mautser yang menurut dia sudah lama dia punya, dan itu pada waktu 1 Juli sudah diserahkan pada saat kantungisasi. Tetapi ketika meledak kekacauan didobrak lagi oleh dia, dan (senjata itu) diambil. Soal dana, menurut dia, dana dari dia sendiri, karena dia mengaku dirinya adalah bandar judi yang penghasilannya sehari bisa Rp 12 juta. Tetapi dia tidak menolak ketika kami menunjukkan bukti pengeluaran oleh pemda bahwa mereka yang tergabung dalam Pam Swakarsa mendapatkan insentif untuk melakukan pengamanan," ungkap Munir.

Atas dasar itu semua, menurut Munir, pasca pemeriksaan Zacky Anwar Makarim, KPP HAM akan melakukan evaluasi untuk melihat hasil yang sudah diperoleh, dan banyaknya usulan dari mereka yang sudah diperiksa mengenai pemanggilan Habibie. "Nanti akan dipertimbangkan apakah perlu atau tidak," katanya.

Pada hari yang sama, KPP HAM didatangi belasan aktivis Pusat Informasi Jaringan Aksi dan Reformasi (PIJAR) Indonesia, yang menyarankan agar KPP HAM menyerahkan saja penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM di Timtim kepada mekanis-me peradilan internasional. Alasan mereka, selama ini kasus pelanggaran HAM di Indonesia tidak pernah bisa diselesaikan karena mekanisme hukum di Indo-nesia tidak mendukung adanya proses hukum yang jujur dan adil terhadap para pelanggar HAM. PIJAR juga memprotes KPP HAM karena dianggap mereduksi pelanggaran HAM di Timtim, hanya pada setelah pengumuman opsi sampai pasca penentuan pendapat saja. (oki)

0 komentar